Pelayanan
penyelenggaraan Haji di Indonesia terus mengalami pembenahan sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Pelayanan yang dilakukan berorientasi pada kebutuhan jemaah, mulai dari pra
pemberangkatan, pemberangkatan, pelaksanaan haji di Tanah Suci, Pemulangan,
hingga pasca tiba ke Tanah Air. Tujuannya tak lain dan tak bukan guna
mewujudkan kemabruran jemaah haji Indonesia. Dan salah satu indikasi dari
kemabruran Jemaah ditunjukkan dari kemandirian dan ketangguhan jemaan dalam
melaksanakan ibadahnya dan mengambil semua hikmah dari ritual ibadah haji. Dalam
teori pembelajaran, kemandirian dan ketangguhan dapat diperoleh melalui upaya
strategis yang dilakukan secara intensif menggunakan pendekatan kelompok.
Program pemerintah yang diberlakukan dalam usaha mewujudkan kemandirian dan
ketangguhan adalah dengan bimbingan manasik haji yang dikoordinatori oleh
Kementerian Agama Kabupaten/ Kota melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan dan
atau Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Umrah (KBIHU).
Berbagai teknik bimbingan manasik telah dikembangkan, mulai dari
yang bersifat konvensional, virtual, maupun gabungan dari keduanya. Bimbingan
manasik yang adapun sampai saat ini masih menggunakan pendekatan kelompok.
Dalam perkembangannya, bimbingan manasik mulai diimplementasikan menggunakan
berbagai variasi model. Salah satunya teknik peer guiding. Peer guiding dalam
implementasinya dioperasionalkan melalui peran sebaya. Kehadiran sebaya
dipercaya mampu melahirkan dinamika psikologis dan sosiologis yang efektif dalam
pengembangan kapasitas sumber daya jemaah. Sebaya juga dalam aspek politis berperan
dalam menumbuhkan kemampuan koping adatif, yaitu kemampuan menangani persoalan
dan konflik yang terjadi. Peer guiding tidak hanya diarahkan pada tema-tema
pembentukan karakter diri, namun juga tema-tema pemberdayaan kelompok sosial.
Wilayah operasional peer guiding dilakukan melalui empat bentuk kegiatan yaitu support
group, teaching group, group guidance, dan group therapy.